![]() |
Riki. |
Restorasi.id – Sejumlah anggota Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kabupaten Karawang melayangkan gugatan peninjauan kembali atas hasil Musyawarah Cabang (MUSCAB) ke-VII DPC HIPMI Karawang Tahun 2025.
Gugatan ini diajukan kepada Ketua umum Badan Pengurus Daerah (BPD) HIPMI Jawa Barat, menyusul dugaan pelanggaran serius terhadap ketentuan dan mekanisme organisasi dalam pelaksanaan MUSCAB tersebut.
Menurut seorang penggugat, Riki, yang menjabat sebagai Kompartemen Fasilitas Umum periode 2021-2024, persoalan ini bermula dari pelaksanaan MUSCAB VII BPC HIPMI Kabupaten Karawang pada 29 Juni 2025 di Aksaya Hotel Karawang, yang digelar dengan kondisi calon tunggal atau aklamasi.
"Pada pelaksanaan musyawarah cabang tersebut, terjadi beberapa hal yang tidak sesuai dengan ketentuan dan mekanisme organisasi, serta termasuk penyimpangan serius karena tidak ada urgensi yang berkaitan dengan tidak dibahasnya terkait Pleno 3 (Tiga), yang meliputi pembentukan komisi, sidang komisi, dan pleno hasil sidang komisi," ujar Riki, Jumat (25/7/2025) siang.
Senada dengan Riki, Rafi Nurakbar, anggota hipmi sekaligus Vooter pada acara muscab HIPMI VII , membenarkan adanya persoalan tersebut.
"Selain itu, terjadi penyimpangan serius pada Pleno 4 (Empat) terkait pemilihan dan penetapan mide formatur," tambah Rafi.
Para penggugat menyoroti bahwa dalam Pleno 4, pimpinan sidang menanyakan keinginan forum mengenai formatur dan mide formatur, dan beberapa peserta sidang mengusulkan penunjukan formatur tunggal.
Namun, hal ini bertentangan dengan arahan dari unsur Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK) BPD HIPMI Jawa Barat, Isal Saeful Rahman selalu Koorwil, yang menerangkan mekanisme penentuan mide formatur sesuai dengan ketentuan Pasal 23 poin J Anggaran Rumah Tangga (ART) HIPMI.
Meskipun sudah mendapat penjelasan dari BPD HIPMI Jabar, pimpinan sidang kembali menanyakan kepada forum, dan salah satu peserta tetap mengusulkan formatur tunggal yang akan memilih mide formatur. Peserta tersebut juga berargumen bahwa Pasal 23 ART HIPMI hanya berlaku untuk Badan Pengurus Pusat.
Isal Saeful Rahman kembali menginterupsi hingga dua kali, menegaskan bahwa penetapan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 23 ART HIPMI, dan ketentuan Pasal 23 berlaku juga untuk BPD dan BPC sebagaimana Pasal 24 ART HIPMI.
"Pimpinan sidang kemudian kembali menanyakan kepada forum, dan setelah ada usulan dari salah satu peserta untuk tetap pada sikap menetapkan formatur tunggal, pimpinan sidang mengetuk palu dan melanjutkan agenda pembahasan. Ini jelas pelanggaran terkait mekanisme ketentuan Pasal 23 poin J ART HIPMI," terang Riki.
Pasal 23 poin J ART HIPMI berbunyi: "Apabila ketua umum terpilih secara aklamasi, maka anggota mide formatur dipilih secara mufakat atau melalui pemilihan suara. Ditambah ketua umum demisioner."
David, yang ditunjuk sebagai formatur tunggal, kemudian memilih Yogi Anggriawan (Ketua Tim Sukses) dan Rudi Maulana (Ketua SC) sebagai dua mide formatur.
Rudi Maulana, selaku Ketua SC sekaligus Pimpinan Sidang 2, mengaku hanya membaca Peraturan Organisasi dan tidak mengetahui adanya aturan mengenai penentuan mide formatur sebagaimana disebutkan dalam Pasal 23 poin J ART HIPMI.
Para penggugat menilai bahwa tindakan mengabaikan ketentuan Pasal 23 poin J dan Pasal 24 ART, serta intrupsi dua kali arahan dari unsur OKK BPD HIPMI Jawa Barat, merupakan tindakan mencederai marwah organisasi HIPMI dan pelanggaran serius terhadap konstitusi HIPMI, sehingga penetapan formatur dan mide formatur tersebut adalah cacat yuridis.
"Apabila penyimpangan ini tidak secepatnya diluruskan, maka akan berpotensi menjadi yurisprudensi dan menimbulkan kekisruhan serius serta kerusakan yang semakin luas terhadap marwah organisasi HIPMI," tegas Rafli.
Dalam gugatannya, para penggugat memohon kepada Ketua umum BPD HIPMI Jawa Barat, c.q. Ketua Bidang Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan BPD HIPMI Jawa Barat, untuk menerima dan mengabulkan permohonan mereka, menetapkan tidak sah MUSCAB BPC HIPMI Karawang, dan menginstruksikan Komarudin, SE, SH (Ketua Umum BPC HIPMI Kab. Karawang periode 2021-2024) untuk dilakukan Peninjauan Kembali MUSCAB VII BPC HIPMI KARAWANG tahun 2025.
Selain itu, mereka juga meminta BPC HIPMI Karawang untuk melaksanakan Musyawarah Cabang Ulang paling lambat 30 hari sejak diterimanya salinan penetapan ini. Para penggugat juga meminta agar SC dan OC dibubarkan dan dianggap tidak netral serta terlibat dalam melegitimasi putusan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 poin J dan Pasal 24 Anggaran Rumah Tangga serta arahan dari unsur bidang OKK BPD HIPMI Jawa Barat.
Menurut penggugat jika permohonan ini tidak ditanggapi secara serius maka marwah BPD HIPMI JABAR dipertaruhkan mengingat pada prosesi Muscab Hipmi Karawang Ke-VII tersebut menjadi penetapan yang cacat aturan dan jika di akomodir akan menjadi Yurisprudensi HIPMI Se-indonesia. (Ylm)